Kamis, 11 Oktober 2007

Sengketa Lahan Belum Berakhir

MUARA TEWEH – Pembahasan sengketa lahan, antara PT Antang Ganda Utama (AGU) dengan warga tujuh desa, khususnya Desa Majangkan, Kecamatan Gunung Timang, Barito Utara (Batara) terus berkepanjangan. Kedua pihak bertemu, kemarin, tapi belum ada solusi.

Pembahasan di ruang rapat Setkab Batara ini dipimpin Wakil Bupati Oemar Zaki Hebanoeddin dan Plt Sekda Batara Harillata A Basel. Pihak AGU diwakili beberapa manager, sedangkan dari Desa Majangkan hadir puluhan perwakilan yang dipercayakan oleh warga.

Sama seperti pertemuan tanggal 21 Juli 2006 lalu, Ferdinan selaku perwakilan warga Majangkan minta PT AGU secepatnya merealisasikan pola kemitraan, karena lahan sudah tersedia. “Masyarakat tidak tahu soal hak guna usaha (HGU). Dari dulu lahan dicanangkan untuk pola kemitraan. Sekarang sudah tiga ribu hektar lahan dibuka, sehingga masyarakat menunggu realisasi kemitraan,” kata Ferdinan.

Saat bertemu koran ini di sela-sela rehat, Ferdinan mengatakan, warga Majangkan tetap melarang perusahaan menanam di atas lahan seluas 1.500 hektar itu, sebelum ada kesepakatan soal pola kemitraan. “Warga tidak mengizinkan penanaman (kelapa, Red) sawit. Kami mendukung kalau pemerintah hendak mendata batas desa dan kecamatan, karena selama ini Kecamatan Gunung Timang tidak disebut-sebut (untuk kemitraan, Red),” kata Ferdinan.

Ditambahkannya, warga Desa Majangkan sudah meminta perusahaan tak melakukan kegiatan lapangan, sebelum muncul kesepakatan seputar kemitraan. “Intinya masyarakat dilibatkan dalam pola kemitraan, masyarakat bermitra dengan PT AGU,” ujarnya.

Bagaimana sikap PT AGU? General Manager Community Development Iwan Eko mengatakan, semua pihak harus melihat keberadaan PT AGU secara global. Lokasi kebun kelapa sawit berada di Kecamatan Teweh Tengah, Gunung Timang, dan Montallat.

“PT AGU sudah membangun lahan kemitraan seluas 102 hektar di Teweh Tengah dan akan menyusul di kecamatan lain. Sejak dua minggu lalu, peralatan berada di Rarawa. Selama ini PT AGU sudah membuka total 198 hektar kebun kemitraan. Dananya berasal dari kantong sendiri berupa dana reviltalisasi. Kita ingin pola ini masuk ke kecamatan lain. Tapi PT AGU berharap, ketika sedang memegang HGU, maka itu harus diakui merupakan hak atas tanah yang berlaku,” sebut Eko.

Eko berharap, ada alternatif lain yang bisa ditemukan dua pihak, sehingga tak membatalkan HGU. “Kita tentu bertanya, apa tidak ada lagi lahan lain. Kita memerlukan investasi lahan selama 1-2 tahun. Tentunya di luar pembatalan HGU, bisa dicari solusi alternatif yang dapat diterima kedua pihak. Kalau membatalkan HGU, kita tidak punya lahan lagi,” akui Eko, kemarin siang.

Sedangkan Plt Sekda Batara Harillata A Basel mengatakan, posisi Pemkab Batara sebagai fasilitator bagi kedua pihak. Penentuan batas wilayah menjadi prioritas yang akan diselesaikan pemkab. “Supaya semuanya menjadi jelas dan dua pihak bisa bersinergi,” papar Harillata.

Hasil pertemuan ini membuat beberapa kesimpulan. Antara lain proses tata batas ditangani mulai minggu ke-3 bulan Agustus 2006, penanganan tata batas secara administratif/peta secara verbal, tata batas kecamatan, dan desa dilaksanakan oleh aparat terkait, pihak perusahaan tetap berupaya membangun kemitraan di areal luar kebun yang sudah memiliki HGU, pengembalian tata batas HGU tetap menjadi kebun inti, sedangkan masyarakat menginginkan kemitraan. (kia)

Tidak ada komentar: