Jumat, 12 Oktober 2007

Karet Lebih Ekonomis dari Sawit


Senin, 6 Agustus 2007
Farinthis : Mayoritas Rakyat Minta Tanaman Karet
PALANGKA RAYA – Tanama karet lebih tinggi nilai ekonomisnya dibandingkan dengan tanaman kepala sawit. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Dinas Perkebunan Kalteng Farinthis Sulaiman.

Lalu kenapa justru porsi programkan revitalisasi justru lebih besar untuk pengembangan tanaman sawit (420.000 Ha) dibandingkan karet (122.000 Ha), menurut Farinthis semua itu keinginan masing-masing bupati.

“Semua yang menentukan adalah bupati dan bukan provinsi. Mayoritas rakyat Kalteng minta tanaman karet. Tetapi, bupatinya sendiri minta sawit. Jadi, kalau demikian, siapa yang tidah bisa mengawal strategi ini, bupati atau provinsi?” ungkap Farinthis kepada Koran ini beberapa waktu lalu.

Padahala program revitalisasi perkebunan merupakan salah satu cara untuk pengentasan kemiskinan, mengingat perkebunan sangat strategis. Indikatornya adalah, penggunaan lahan yang disediakan cukup besar, investasi yang masuk nilainya mencapai puluhan triliun.

“Luas perkebunan di Kalteng totalnya sudah mencapai empat juta hektar. sementara untuk perkebuan besar swasta (PBS) saja, nilai investasinya mencapai Rp17 triliun, belum lagi perkebunan rakyat yang sudah ada, ditambah lagi rencana revitalisasi yang akan datang sebesar Rp14 triliun. Ini membuktikan, pembangunan perkebunan begitu sangat strategis. Sebab, selain penggunaan ruang dan lahan yang besar, juga investasi yang sudah, sedang dan akan berlangsung nilai totalnya bisa mencapai ratusan triliun,” jelas Farinthis lagi.

Dia kembali mengemukakan, revitalisasi perkebunan yang disiapkan bagi para petani yang mendaftar di kabupaten—kotanya masing-masing per kepala keluarga (KK) disediakan lahan maksimal empat hektar, baik untuk perkebunan sawit maupun perkebunan karet. Diutarakannya, untuk setiap satu hektar sawit atau karet, kalau sudah panen mampu menghasilkan Rp1 juta lebih per bulan. Jadi kalau empat hektar maka para petani itu mendapat Rp4 juta per bulan. Katanya, nilai ini jauh lebih besar ketimbang pendapatannya di kantor. Maka, program ini, menjadi tekadnya, dalam rangka pengentasan kemiskinan di Kalteng.

“Sangat jarang ada petani sawah bisa naik haji dari hasil pertaniannya. Tapi, kalau dari berkebun, sudah bisa dibuktikan. Jadi, berkebun nilai ekonomisnya sangat tinggi disbanding pertanian. Kalau saja program revitalisasi perkebunan ini berhasil, paling lama di tahun 2015, akngka kemiskinan dapat terhapus semua menjadi nol,” ujarnya. (her)

Tidak ada komentar: