Jumat, 28 September 2007

Raperda RTRWP Harus Dibongkar

20 juli 2007
Nordin : Sarat Kepentingan Investasi dan Bagi-bagi Lahan
Palangkaraya- Save Our Borneo (SOB) mendesak agar Rancangan Peraturan Daerah (Ra-perda) Rencana Tata Ruang Wilayah provinsi (RTRWP) Kalimantan Tengah Dibongkar ulang dan disusun kembali. Pasalnya, Raperda itu tidak selaras dengan Perundang-undangan diatasnya. Yaitu, UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang yang disahkan tanggal 26 April 2007 dan dimasukan kedalam lembaran Negara RI Nomor 4725.

“Perlunya raperda dibongkar ulang karena sarat kepentingan Investasi dan bagi-bagi lahan. Kami mensinyalir terburu-burunya penuntaan RTRWP karena adanya upaya mengubah fungsi kawasan tertentu. Khususnya, kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit dan pertambangan. Penyususnan ini menjadi sangat kentar atas pesanan pemodal, bukan karma kebutuhan untuk emenuhi keadilan distribusi ruang bagi public. Atau, antisipasi ancaman bencana ekologis pada masa mendatang,” ujar coordinator SOB Nordin saat jumpa pers di LA CafĂ©, Hotel Lampang, Jalan Irian, kamis (19/7).

Dijelaskannya, data yang ada pada SOB menunjukan ada 446.455 hektare kawasan hutan baik hutan produksi maupun hutan produksi terbatas (HP/HPT) minta dilepas menjadi KPP/KPPL. Permintaan ini, ungkapnya, didominasi Perkebunan Sawit di Provinsi Kalteng. “Karena itu, Panitia Khusus (Pansus) RTRWP DPRD Kalteng sangat mendesak agar tata ruang yang ada segera diubah. Maksudnya, agar proses pemberian ijin-ijin yang ada menjadi legal dan tak bermasalah dengan hokum, “terangnya.

Menurut Mantan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalteng ini, SOB pernah mengingatkan masalah tersebut. “ Tetapi, Pansus RTRWP DPRD Provinsi terkesan tutup telinga. Jika raperta tersebut diteruskan tanpa memuat substansi Undang-udang Nomor 26 Tahun 2007, maka tak akan dapat di registrasi departemen terkait ditingkat pusat. Sebab, raperda tersebut dapat dikatakan bertentangan dengan UU diatasnya sehingga resikonya akan dibatalkan serta-merta,” kata Nordin.

Nordin mengutarakan, seharusnya penyusunan raperda justru memperkuat dan memperjelas aturan yang lebih tinggi diatasnya. Tetapi yang terjadi, jelasnya, justru membuat aturan menjadi lebih lunak atau sumir. Dalam hai ini, SOB mempertanyakan kredibilitas dan integritas pansus RTRWP DPRD Kalteng. Pasalnya, penyusunan raperda tidak melalui kajian akademik memadai. Bahkan, lanjut Nordin, tanpa naskah sama sekali, draft saja yang langsung muncul. “Jadi, penyusunan ini betul-betul tidak professional,” imbuhnya.

Dari segi proses yang seharusnya mengedepankan peran serta masyarakat, terangnya, dimanipulasi dengan alasan keterbatasan waktu dan biaya. “alasan tersebut sangat menggelikan dan menunjukan raperda ini jelas-jelas seperti sebuah barang pesanan dari berbagai pihak yang berkepentingan. Bukti lainnya, Perda Nomor 8 Tahun 2003 yang belum berumur 5 taun sudah direvisi. Ini menambah kejelasan revisi perda tata ruang merupakan barang pesanan,” Katanya.

Kemudian, ucap Nordin, Dalam batang tubuh raperda RTRWP tak emuat sanksi yang selaras dengan UU Nomor 26 Tahun 2007. Padahal, dalam Pasal 73 ayat 1 UU Penataan Ruang memuat sanksi bagi Pejabat Pemerintah berwewenang yang menerbitkan ijin tak sesuai rencana tata ruang sebagaimana pasal 37 ayat 7. Ancaman pada pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500 juta.

Pasal 73 ayat 2-nya memuat pelaku dapat dikenai biaya tambahan berupa pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya. Sementara pasal 37 ayat 7 mengatakan, setiap pejabat pemerintah yang berwenang memberikan ijin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan ijin tak sesuai dengan rencana tata ruang.

“Dengan demikian, Raperda RTRWP yang disusun jelas-jelas bermak-sud mengamputasi UU Nomor 26 Tahun 2007. Dalam hal ini dapat dikatakan kalau raperda ini bertentangan dengan perundang-undangan lebih tinggi diatasnya,” pungkasnya. (def)

Tidak ada komentar: