Jumat, 28 September 2007

Nordin: Apa RTRWP yang Ada, Liar?

Senin, 23 Juli 2007
PALANGKA RAYA - Koordinator Save Our Borneo (SOB) Nordin mempertanyakan apakah selama ini peraturan daerah (perda) rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP) yang telah ada masih liar. Hal ini berkaitan dengan pernyataan Ketua Komisi B DPRD Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) Borak Milton yang mengatakan adanya RTRWP untuk penataan kawasan agar pengusaha perkebunan, tambang atau kehutanan tak seenak perutnya sendiri dalam memanfaatkan lahan.

“Seperti diketahui, selama ini ada Perda RTRWP Nomor 8 Tahun 2003. Apakah RTRWP tersebut liar? Itu yang mengatakan dia (Borak Milton, Red) sendiri lho. Kalau begitu keadaannya, jadi usaha perkebunan, pertambangan dan kehutanan selama ini masih liar. Padahal, masih ada RTRWP lama,” ujar Nordin kepada koran ini, Minggu (22/7).

Menurutnya, Ketua Komisi B DPRD Provinsi Kalteng juga mengakui kalau RTRWP untuk membagi-bagi lahan. Padahal, ucapnya, seharusnya RTRWP bertujuan menata Bumi Tambun Bungai menjadi ruang publik. Penataannya diselaraskan dengan upaya penanganan bencana, keadilan bagi masyarakat dan berwawasan lingkungan.

“Kawan-kawan di sana (panitia khusus/pansus RTRWP DPRD provinsi, Red) hanya menekankan bagi-bagi lahan tanpa memikirkan penataan yang disesuaikan dengan lingkungan dan keadilan bagi masyarakat. Kalau SOB diminta belajar makna RTRWP, justru kawan-kawan di pansus yang tak mengerti substansinya. Yaitu, apakah nantinya UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang dimasukkan dalam raperda RTRWP yang baru,” terangnya.

Mantan direktur eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalteng ini kembali mengutarakan, raperda RTRWP yang sedang disiapkan sangat tak selaras dengan UU Nomor 26 Tahun 2007. “Atau, apa pansus RTRWP DPRD provinsi belum menerima UU tersebut? Kalau belum, ya saya kasih. Ayo kita (SOB dan pansus RTRWP, Red) sama-sama belajar untuk memaknai RTRWP. Dalam hal ini, tentu saja bukan SOB yang menyusun RTRWP. Saya sebagai rakyat minta diajari terkait SOB harus mempelajari makna RTRWP. Kalau saya yang ngajarin beliau (Borak), tak cocok. Sebab, dia adalah wakil rakyat. Namun, kalau ada yang berbelok, kami memberikan masukan dan saran,” ucapnya.

SOB, kata Nordin, kembali menuntut raperda RTRWP dibongkar ulang dengan memasukkan UU Nomor 26 Tahun 2007 sebagai konsidern utama. “Kalau tetap tidak memasukkan UU tersebut dalam substansi raperda dan kemudian DPRD mengesahkannya, bisa jadi kami mengambil langkah hukum. Kepada pansus, sebaiknya tidak perlu berbicara yang tak substansial. Sebab, itu menunjukkan kepanikan dan kedangkalan kajian akademik raperda tersebut,” tegasnya.

Sekadar mengingatkan, data yang ada pada SOB menunjukkan ada 446.455 hektare kawasan hutan produksi/hutan produksi terbatas (HP/HPT) minta dilepas menjadi kawasan pengembangan produksi/kawasan pemukiman dan penggunaan lainnya (KPP/KPPL). Permintaan ini didominasi perkebunan sawit di Provinsi Kalteng.

Menurut Nordin saat jumpa pers di LA Cafe Hotel Lampang, Jalan Irian, Kamis (19/7) lalu, dalam batang tubuh raperda RTRWP tak memuat sanksi yang selaras dengan UU Nomor 26 Tahun 2007. Padahal, dalam pasal 73 ayat 1 UU tersebut menetapkan adanya sanksi bagi pejabat pemerintah berwenang yang menerbitkan izin tak sesuai rencana tata ruang sebagaimana pasal 37 ayat 7. Ancaman pada pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp500 juta.

Pasal 73 ayat 2-nya memuat pelaku dapat dikenai biaya tambahan berupa pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya. Sementara pasal 37 ayat 7 mengatakan, setiap pejabat pemerintah yang berwenang memberikan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin tak sesuai dengan rencana tata ruang. (def)

Tidak ada komentar: